Rasaku aku ingin mencoba undur diri darimu, tapi ternyata buat melupakanmu sejenak saja aku tak bisa. Apalagi membaca kata-katamu semalam. Aku sungguh merasa tak berarti sama skali, aku merasa kehadiranku sama sekali tak dikehendaki. Padahal aku hanya menyambut yang kau awali. Kau yang lebih dulu mengirim kabar, aku sekedar menjawab. Kalau aku menawarkan waktu buat telepon, jujur, aku rindu kamu. Tapi jawabanmu yang pendek tanpa rasa, membuatku nyeri. Sakit. Ingin aku menangis, tapi aku mencoba bertahan karena tentu akan ada yang lebih menyakitkan lagi, akan ada yang lebih nyeri lagi. Ketika kutuliskan ini, air mataku terurai. Jatuh sudah pertahananku selama ini untuk tidak menangis, tapi ternyata akhirnya tangisku meledak juga. Jika aku memang sudah tak dibutuhkan lagi, biarkan aku undur diri. Walau itu akn dirasa berat dan menyakitkan. Daripada beban di dada makin berat, nyeri, perih, menyesakkan. Ketika berita lain menyusul, ak penasaran apa yg terjadi denganmu? Ada nyeri yang menusuk, sakit. Aku yg selama ini selalu dicekam rasa bersalah, menjadi semakin salah. Sering aku merasa bila yg kuperbuat ini selalu membebanimu, mengganggumu, mengusikmu dalam setiap langkah. Kalaupun aku ditanya, aku sebenarnya tak ingin berada dalam situasi semacam ini. Betapa aku sangat membenci situasi yang telah membuatku tak menentu. Situasi yang tak jelas. Karena ulahku. Betapa sakit dan ngilunya hati ini, ketika harus menanti dan melihat sosok yang tak pasti. Kamu bilang seperti cinta tapi hambar. Aku sendiri tak tahu, apa yang sebenarnya kita rasakan. Apakah itu cinta, sayang atau sekedar hasrat ingin diperhatikan. Bersamamu aku mrasa dibutuhkan, merasa disayang, diperhatikan, walau sering kali aku merasa tak berguna. Merasa telah menjadi duri dalam daging, yang selalu menusuk-nusuk, menyakitkan tapi tak bisa dilihat dan diraba. Dalam setiap langkah, dalam setiap tarikan nafas, dalam setiap getar rasa, dalam setiap degub jantung, yang ada hanya dirimu. Kuakui aku telah berbagi, memberimu tempat yang istimewa di sisi hati, yang tak kan pernah terusik oleh yang lain. Kau mendapat tempat yang tersembunyi, yang tak setiap orang bisa menjangkaunya. Ini jugalah mungkin yang telah membuatku terlalu tergantung padamu. Karena aku tak mungkin meluapkan cerita tentang kita pada orang lain. Hanya seorang saja yang tahu isi sisi hatiku yang menjadi milikmu. Hingga bila aku terjerambab pada jurang rindu yang semakin dalam, hanya dirimu yang bisa menenangkan, dirimu yang menjadi pelampiasan, dirimu yang menjadi obatnya. Sering kali aku tak terkendali untuk dapat mendengar suaramu, membaca kalimat-kalimatmu. Seperti saat inipun, hatiku berdebar-debar ingin segera mendapat berita darimu. Aku ingin sekali menghubungimu, tapi aku tak punya daya. Hanya rasa takut yang mencekam, rasa sakit yang tertoreh kian dalam. Aku takut beritaku tak kamu kehendaki atau bahkan beritaku akan membuatmu makin terganggu. Yg.... apa yang harus kulakukan? Jika hati ini dilanda sunyi, aku hanya ingin menyepi, menumpahkan sgala isi hati yang berat menjadi beban, membuatku tersiksa, namun aku menikmatinya. Sungguh sunyi yg hadir mengharuskanku menyendiri, menikmati kata-kata yang pernah kau ungkapkan. Menjadikan semua itu semangat, walau lebih sering membuatku tak menentu dan selalu ingat kamu. Mungkin hal ini jugalah yang membuatku semakin tak bisa melupakanmu, karena aku selalu merasa dekat denganmu, lewat goresan-goresan yang menyilaukan. Membuatku lebih berarti dimatamu. Kau terlalu pandai membuatku makin bertekuk lutut dihadapanmu. Tak ada manusia yang tak suka disanjung kalau sanjungan itu tulus. Tak ada satupun insan yang tak suka bila merasa dibutuhkan, dibela, dilindungi, diperjuangkan. Benar katamu, aku bisa mati sedetik tanpa mu, ternyata akupun begitu. Karena dirimu telah masuk ke urat-urat nadiku, merasuk dalam hati dan perasaanku, telah bersatu dengan jantungku, telah menyatu dalam diriku menjadikan aku yang baru. Waktu brjalan begitu lamban ketika aku harus menanti kehadiranmu. Namun waktu akan berubah begitu cepat ketika aku bisa menjumpaimu walau hanya lewat suara. Sehari tanpa berita darimu, telah mampu membuatku pilu. Kau katakan tak mungkin lah kau lupa padaku, selama aku tak melupakanmu jagn harap kau bisa melupakan ku. Itu kata-katamu. Tapi bagaimana bisa melupakanmu, bila dalam tiap jengkal waktu yang ada hanya bayangmu selalu.(9j9)